Bedah Perkembangan Industri Social Commerce di Indonesia

Bedah Perkembangan Industri Social Commerce di Indonesia dari 3 Sudut Pandang

Industri social commerce sedang menjadi sorotan besar di Indonesia. Bukan hanya karena potensinya yang masif, tapi juga karena dampak nyatanya terhadap UMKM dan kreator digital. Fenomena ini menggabungkan sisi sosial dari media dengan kekuatan transaksi digital, menciptakan ekosistem baru yang dinamis dan penuh peluang.

Dalam artikel ini, kita akan membedah perkembangan social commerce di Indonesia melalui tiga sudut pandang penting: kebijakan dan arah ekonomi digital dari Utusan Presiden Bidang UMKM, Ekonomi Kreatif dan Digital Ahmad Ridha Sabana, pemberdayaan pelaku usaha lokal dari Direktur Bisnis dan Pemasaran Smesco Indonesia Rizky Firdaus, serta transformasi berbasis data dan komunitas digital dari COO Kalodata Lawrence Guo. Tiga perspektif ini membuka cara pandang yang lebih utuh tentang bagaimana social commerce berkembang dan ke mana arah industri ini akan melaju ke depan.

Perkembangan social commerce tidak bisa dilepaskan dari tiga elemen utama, yakni regulasi yang adaptif, pelaku usaha yang gesit, dan dukungan teknologi berbasis data. Ketiganya membentuk fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang kini menjadi salah satu yang paling cepat di Asia Tenggara. Dari kebijakan pemerintah hingga strategi pemberdayaan UMKM dan inovasi berbasis insight data, ekosistem ini menunjukkan bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam menghadapi era baru perdagangan sosial.

Ekosistem Digital dan Peran Pemerintah dalam Pertumbuhan Ekonomi

Utusan Presiden, Ahmad Ridha Sabana

Hadir sebagai pembuka acara, Utusan Presiden Bidang UMKM, Ekonomi Kreatif dan Digital Ahmad Ridha Sabana menyebutkan bahwa pergerakan ekonomi Indonesia tengah melakukan akselerasi dalam industri digital. Dirinya menyebut bahwa industri UMKM yang mencakup industri digital juga menopang Produk Domestik Bruto (PDB) negara lebih dari 62%.

Ia pun menekankan betapa penting dan signifikannya dunia digital, dibantu dengan ekosistem seperti media sosial dan social commerce. Hal ini menjadi catatan dan pertimbangan bagi pemerintah untuk memberikan ruang yang nyaman dan kondusif bagi para pelaku dalam industri ini.

“Kami sebagai regulator berjanji akan memaksimalkan ekosistem ini supaya menjadi kondusif, inklusif, dan bisa men-support, itu yang paling penting,” tegas Ridha.

“Intinya kami pemerintah ingin bahwa teman-teman ini yang masuk dalam industri UMKM khususnya di dunia digital, khusus lagi di social commerce ini mendapat ekosistem yang kondusif, sehingga bisa lebih lagi meningkatkan PDB,” pungkasnya.

Pernyataan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendorong digitalisasi UMKM agar tetap berdaya saing di tengah perubahan perilaku konsumen yang semakin online-first. Dengan dukungan regulasi yang lebih adaptif, pelaku usaha memiliki kesempatan lebih besar untuk tumbuh di ranah social commerce yang berbasis konten dan komunitas.

Pemberdayaan UMKM Melalui Konten dan Live Commerce

Rizky Firdaus, Direktur Bisnis dan Pemasaran Smesco Indonesia

Direktur Bisnis dan Pemasaran Smesco Indonesia Rizky Firdaus membedah perkembangan social commerce dengan menyoroti pergeseran perilaku masyarakat Indonesia dibandingkan dengan negara lain seperti Amerika Serikat dan China.

“Di Amerika, Amazon itu share-nya bisa sampai 37% di e-commerce, yang mana saat ini mereka memanfaatkan Amazon Live sebagai tools untuk berjualan,” sebut Rizky.

“Di China, Alibaba menyerap $500 milyar atau Rp8000 trilyun dari transaksi yang terjadi di 2024, yang mana 70%-nya itu didorong oleh Key Opinion Leader (KOL). Saya rasa ini mulai sama ya dengan landscape kita di Indonesia,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Rizky juga menyampaikan bahwa 90% traffic internet berasal dari short video dan 72% pembeli lebih menyukai konten video pendek. Sementara itu, pada format live streaming, tingkat konversi terbukti jauh lebih tinggi dibandingkan katalog di marketplace.

“Makanya kami dari SMESCO mendorong UMKM bahwasannya, mengadopsi digital ini, tadi Pak Ahmad Ridha sampaikan bisa menjadi pedang bermata dua. Jika dimanfaatkan dengan baik dan bijak, ini bisa mendorong sekali, bisa naik berkali-kali lipat. Namun, jika tidak dipelajari dengan baik, ekosistem digital ini bisa jadi tantangan ke depannya,” jelasnya.

Insight ini mempertegas pentingnya konten video dalam strategi penjualan modern. UMKM kini tidak cukup hanya memiliki produk bagus, mereka perlu tampil di ruang sosial, membangun koneksi emosional, dan memahami bagaimana algoritma konten bekerja untuk mendukung pertumbuhan bisnis.

Data, Komunitas, dan Masa Depan Social Commerce

Lawrence Guo, COO Kalodata

Sementara itu, COO Kalodata Lawrence Guo membagikan data menarik tentang pertumbuhan pesat TikTok e-commerce di Indonesia. Berdasarkan laporan internal Kalodata, nilai transaksi (GMV) TikTok e-commerce di Indonesia pada 2024 mencapai 5,8 miliar dolar AS, dan diproyeksikan akan tumbuh 100% pada 2025 menjadi sekitar 10,8 miliar dolar AS.

Pertumbuhan ini didorong oleh kombinasi kecepatan, komunitas, dan kreativitas. Dalam riset Kalodata, 80% dari 1.000 produk terlaris di TikTok hanya membutuhkan waktu kurang dari 1,6 hari bagi 100 influencer pertama untuk merilis konten, dan kurang dari 3,5 hari untuk 100 video pendek pertama. Hal ini menunjukkan efisiensi luar biasa dalam sistem distribusi konten dan strategi promosi berbasis komunitas.

Selain itu, prinsip “single bestselling product” masih berlaku kuat di Indonesia: dari 1.000 penjual teratas, 55% di antaranya menghasilkan lebih dari 50% GMV hanya dari tiga produk utama. Fakta ini menggambarkan bahwa social commerce bukan sekadar soal banyak produk, tetapi tentang fokus, data-driven strategy, dan kolaborasi dengan kreator yang tepat. Seiring semakin kuatnya komunitas digital dan kehadiran platform analitik seperti Kalodata, pelaku usaha kini bisa membuat keputusan yang lebih cepat, presisi, dan berbasis insight nyata.

Kolaborasi sebagai Kunci Masa Depan Social Commerce

Pertumbuhan social commerce di Indonesia bukan hasil kerja satu pihak saja. Pemerintah menciptakan regulasi dan infrastruktur yang mendukung, lembaga seperti SMESCO mendorong adopsi digital oleh UMKM, dan industri data seperti Kalodata memastikan semua keputusan bisnis bergerak berdasarkan data, tren, dan perilaku konsumen yang akurat.

Masa depan social commerce akan ditentukan oleh kemampuan ekosistem ini untuk berkolaborasi. Ketika pemerintah, lembaga, pelaku usaha, dan kreator digital saling memperkuat, Indonesia berpeluang menjadi pusat social commerce terbesar di Asia Tenggara.

Lebih dari sekadar tren, social commerce kini adalah wajah baru perdagangan digital yang tidak hanya menjual produk, tetapi juga membangun komunitas, koneksi, dan keberlanjutan ekonomi bagi semua pihak di dalamnya.

2 thoughts on “Bedah Perkembangan Industri Social Commerce di Indonesia dari 3 Sudut Pandang”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *